Jangan Mudah Mempercayai Informasi

POLITIKA337 Dilihat

SUMENEP, maduranetwork.com – Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Dewan Pimpinan Cabang Partai Gerakan Indonesia Raya (DPC Gerindra) Sumenep, Kiai Mahsub memiliki pandangan yang sama bahwa demokrasi memunculkan kutub polarisasi di masyarakat akibat pemahaman cara pandang politik yang berbeda.

Menurut alumni IAIN Jember (UIN KH Achmad Shiddiq Jember) ini, hal-hal seperti itu merupakan sebuah keniscayaan.

”Perbedaan pilihan politik sesuatu yang wajar dan normal dalam demokrasi. Kata lain, sunnatullah. Apalagi Indonesia merupakan negara besar yang menganut sistem demokrasi,” ujarnya.

Meski demikian, alumni Pondok Pesantren Nurul Islam, Karangcempaka, Bluto, Sumenep ini menilai bahwa kedewasaan dan kematangan masyarakat dalam berdemokrasi sudah semakin meningkat.

Diharapkan perbedaan pilihan pada Pemilu 2024 tidak lagi menajam dan tidak membuat masyarakat terpecah seperti Pemilu 2019.

”Saya berharap polarisasi politik yang terjadi pada Pemilu 2019 menjadi catatan penting dan pelajaran yang mahal untuk direnungkan kita semua,” pesannya.

Ditanya bahwa polarisasi di masyarakat akibat masifnya hoaks, fitnah, dan disinformasi? Mahsub mengatakan hal itu sebagai tantangan.

Karena itu, ia berharap masyarakat tidak mudah begitu saja mempercayai informasi yang didapat di media-media sosial.

“Semua perlu filter. Harus cek dan dicek kembali. Begitu seharusnya kita menyikapi medsos secara bijak. Jadi jangan terlalu mudah terpengaruh berita dan isu murahan,” katanya.

Ia mengungkapkan akibat menelan begitu saja informasi dan isu politik yang sumbernya belum jelas atau tidak bisa dipertanggung jawabkan, pertemanan atau persahabatan berakhir retak, sesama anak bangsa tidak saling tegur sapa.

“Nah, bayangkan kalau kerenggangan atau keretakan itu terjadi pada level atau skala yang lebih luas seperti Pemilu 2019, itu bisa membahayakan dan mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,” tandasnya.

Pengurus Badan Kordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jawa Timur periode 2003-2005 ini kembali menegaskan untuk tidak mudah terpengaruh berita atau isu yang tidak terverifikasi, apalagi hoaks.

Sebab, selama ini, ada kecenderungan sebagian masyarakat menjadikan media sosial sebagai sumber informasi yang akurat dan terpercaya. Agar tidak gaduh, masyarakat diminta berpikir dulu ketika hendak menyebarkan atau membagikannya di grup-grup whatshap atau medsos.

“Sebaiknya dipikir dulu, darimana sumbernya, resmi atau abal-abal, lalu apa ada manfaatnya, lalu bagaimana dampaknya, dan seberapa penting informasi itu untuk diketahui publik. Filter dulu informasi tersebut sebelum dishare. Dengan begitu, kita memiliki peran besar menghindari polarisasi di masyarakat,” jelasnya.

Selain merebaknya berita bohong dan disinfomasi, lanjut Mahsub, saatnya para elit politik membangun narasi yang positif dan beradab.

“Misalnya mengusung narasi terkait ide, gagasan, program, visi misi yang menjadi kebutuhan Indonesia dalam menghadapi tantangan global ke depan. Seperti tantangan pangan, krisis energi, krisis iklim, keadilan, dan disparitas. Saya kira itu jauh lebih bermanfaat dan bermartabat,” pungkasnya. (rj)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *