Oleh:
_Inyoman Sudirman_
DI penghujung tahun 2022, masyarakat Sumenep dikejutkan peristiwa tertangkapnya salah satu pimpinan yayasan karena diduga terpapar terorisme oleh Datasemen Khusus (Densus) 88-AT di Kabupaten Magetan Jawa Timur.
Atas kejadian tersebut, publik berharap pemerintah dalam hal ini aparat penegak hukum menindak tegas dan bersikap serius dalam menangani persoalan terorisme di Sumenep. Sayang seribu sayang, ibarat mimpi buruk, sampai saat ini Yayasan Al Uswah yang diduga kuat menjadi sarang teroris masih beraktivitas seperti biasa.
Ini bisa dibuktikan keberadaan kotak amal “Bersapa” milik Yayasan Al Uswah yang masih terlihat di sejumlah tempat, seperti toko dan warung makan. Padahal kotak amal itu menjadi alat menghimpun donasi aksi mereka.
Pertanyaannya, mengapa hal itu masih terjadi? Lalu siapa yang bertanggung jawab? Jawaban orang awam, pasti menunjuk Pemerintah Sumenep dan pihak kepolisian sebagai aparat penegak hukum.
Merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 58 menyebutkan bahwa pembentukan Lembaga Amal Zakat (LAZ) salah satu syaratnya harus mendapatkan rekomendasi dari Badan Amal Zakat Nasional (Baznas) kabupaten/kota untuk mendapatkan izin dari Kemenag Kota/Provinsi sebagaimana pasal 64 poin 1.
Pertanyaan mendasar, apakah Lembaga Amil Zakat Infaq dan Sedekah (LAZIS) yang sudah menjamur di Kabupaten Sumenep mendapatkan rekomendasi juga dari Baznas Sumenep dan mendapatkan izin dari Kemenag Sumenep?
Kalau regulasi itu belum dilakukan oleh LAZIS tersebut untuk menghimpun dana umat, harusnya Baznas bersama Kemenag menerapkan sanksi administrasi sesuai pasal 36 Bab VII berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara dari kegiatan dan atau pencabutan izin.
Selain itu, ancaman pidana pada pasal 39 Bab IX orang yang menghimpun dan umat dan tidak mendistribusikannya sesuai ketentuan, maka pidana penjara 5 tahun dan atau denda Rp 500.000.000 (Lima Ratus Juta)
Sampai saat ini penulis belum melihat ada tindakan tegas dari Pemerintah Kabupaten Sumenep sebagai pemegang kebijakan, baik Baznas maupun Kemenag Kabupaten Sumenep.
Persoalan terorisme dalam tubuh Al Uswah yang menggunakan kotak amal dalam menghimpun donasi, sampai saat ini masih aman-aman saja. Bahkan, ada beberapa kotak amal “Bersapa” yang merupakan milik lembaga tersebut sudah dirubah stikernya untuk mengelabui atau mengalihkan sorotan publik.
Lantas, pertanyaan terus mendera, apakah diamnya Baznas Sumenep akibat ketidaktahuan adanya regulasi izin kotak amal? kemana tindakan Kemenag Sumenep? Apakah juga belum mengetahui aturan main dalam penghimpunan donasi lewat kotak amal?
Publik juga masih bertanya-tanya dan menunggu tindakan nyata Satpol Pamong Praja (PP) dan Polres Sumenep? Mengapa kedua institusi penegak hukum itu seolah-olah “tidak berdaya” dalam menertibkan kotak amal ilegal, terutama kotak amal “Bersapa” yang diduga kuat menjadi penghimpunan dana teroris.
Tulisan di atas hanya sebatas opini saya sebagai bentuk keprihatinan dan kecintaan penulis kepada “Kota Keris” Sumenep. Sebab, kalau hal tersebut masih dan terus dibiarkan serta tidak disikapi serius oleh mereka yang memiliki kewenangan, paham terorisme kembali mudah bersemai di Sumenep, bukan hal yang tidak mungkin, kotak amal yang tidak memiliki izin yang sudah beredar memiliki kesamaan visi dengan kotak amal Al uswah
Padahal kita semua tahu, terorisme terbukti mengancam dan merusak tatanan kehidupan negara. Penulis ingin Kabupaten Sumenep yang dikenal damai dan masyarakatnya toleran dalam kehidupan keberagamannya tidak ternodai oleh kehadiran terorisme.
_*) Redaktur Pelaksana Majalah Madura Network_