Oleh Fahmi Kusairi
Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) UNIBA Madura
Setiap tanggal 1 Juni, kita memperingati Hari Lahir Pancasila, sebuah momen penting untuk merefleksikan kembali cita-cita luhur yang terkandung dalam lima sila yang menjadi dasar negara kita. Namun, di tengah gegap gempita peringatan ini, kita harus jujur menilai, apakah Pancasila benar-benar telah menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara? Terutama, mari kita lihat sila kelima: “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
Sebagai Mahasiswa, kita punya kewajiban moral untuk mengkritisi realitas sosial yang ada. Realitas yang menunjukkan ketidakadilan yang masih mencolok di tengah masyarakat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa indeks Gini Indonesia masih berada di angka 0,384, mengindikasikan ketimpangan ekonomi yang tinggi. Ini bukan sekadar angka, ini adalah potret ketidakadilan yang dialami jutaan rakyat Indonesia.
Kemiskinan masih merajalela. BPS mencatat bahwa pada September 2023, sekitar 9,22% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Angka ini memang menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun masih sangat jauh dari kata memadai. Kemiskinan adalah bentuk nyata dari ketidakadilan sosial. Bagaimana mungkin kita bicara tentang keadilan sosial ketika masih ada rakyat yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar?
Tidak hanya itu, akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang layak masih menjadi masalah besar. Di banyak daerah terpencil, anak-anak masih kesulitan mendapatkan pendidikan berkualitas. Fasilitas kesehatan pun tidak merata, dan sering kali hanya bisa dinikmati oleh mereka yang berada di kota besar atau yang memiliki kemampuan finansial lebih. Program-program pemerintah seperti Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat memang ada, tetapi implementasinya sering kali tidak maksimal.
Satu lagi masalah yang tidak kalah penting adalah korupsi. Transparansi Internasional pada tahun 2023 menempatkan Indonesia di peringkat 102 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi. Korupsi adalah musuh utama keadilan sosial. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat malah disalahgunakan oleh segelintir orang yang rakus dan tidak bertanggung jawab. Ini adalah pengkhianatan terhadap Pancasila dan rakyat Indonesia.
Pemerintah memang telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi ketidakadilan ini, tetapi hasilnya masih belum signifikan. Reformasi birokrasi, penegakan hukum yang tegas terhadap koruptor, dan pemerataan pembangunan harus menjadi prioritas utama. Tidak ada kompromi dalam perjuangan mewujudkan keadilan sosial.
Sebagai mahasiswa, kita harus terus mengawal dan mengkritisi kebijakan pemerintah. Keadilan sosial adalah tanggung jawab kita bersama. Kita harus terus berjuang, menyuarakan ketidakadilan, dan mendorong perubahan yang nyata. Pancasila bukan hanya dokumen sejarah, tetapi harus menjadi pedoman hidup yang nyata dalam setiap kebijakan dan tindakan kita.
Pada Hari Lahir Pancasila ini, mari kita berkomitmen untuk terus berjuang demi keadilan sosial. Mari kita wujudkan cita-cita para pendiri bangsa yang tertuang dalam Pancasila. Dengan semangat gotong royong dan kerja keras, kita pasti bisa mewujudkan Indonesia yang lebih adil dan makmur bagi seluruh rakyatnya. Keadilan sosial bukan hanya mimpi, tetapi harus menjadi kenyataan yang kita perjuangkan setiap hari.