Oleh Fahmi Ksairi
Kader HMI Universitas Bahauddin Mudhary Madura
Hari Kartini selalu menjadi momentum penting untuk merenungkan progres yang telah dicapai dalam perjuangan menuju kesetaraan gender, sekaligus mengidentifikasi hambatan yang masih menghambat perjalanan menuju cita-cita tersebut. Sejak zaman Raden Ajeng Kartini hingga saat ini, ada sejumlah pencapaian yang membanggakan dalam upaya mencapai kesetaraan gender, namun juga realitas pahit yang masih menghadang.
Pertama-tama, perlu diakui bahwa sejak zaman Raden Ajeng Kartini, terjadi perubahan besar dalam pandangan masyarakat terhadap perempuan dan peran mereka dalam berbagai bidang kehidupan. Raden Ajeng Kartini adalah pionir dalam memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak, hak untuk bekerja, dan kesetaraan dalam hal-hal lainnya. Dalam beberapa dekade terakhir, ada peningkatan yang signifikan dalam partisipasi perempuan di berbagai sektor, termasuk politik, ekonomi, dan pendidikan. Wanita kini tidak hanya menjadi pengikut, tetapi juga pemimpin di banyak bidang.
Namun demikian, kita juga tidak boleh mengabaikan fakta bahwa masih banyak hambatan yang menghambat perjalanan menuju kesetaraan gender. Salah satu hambatan yang paling menonjol adalah stereotip gender yang masih merajalela di masyarakat. Stereotip ini mengakar kuat dan dapat menghambat akses perempuan ke peluang yang sama dengan laki-laki. Misalnya, stereotip yang menyatakan bahwa perempuan lebih cocok untuk pekerjaan rumah tangga daripada karier profesional dapat menghambat ambisi perempuan dalam mencapai kesuksesan di dunia kerja.
Selain stereotip gender, masalah lainnya adalah ketimpangan dalam akses terhadap pendidikan dan peluang ekonomi. Meskipun banyak negara telah membuat kemajuan dalam menyediakan akses pendidikan bagi perempuan, masih ada banyak perempuan yang tidak memiliki akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas. Hal ini sering kali terjadi di daerah-daerah pedesaan atau masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi.
Selain hambatan-hambatan yang telah disebutkan, pernikahan di bawah umur juga merupakan masalah serius yang menghambat kesetaraan gender. Di banyak negara, terutama di wilayah yang masih menganut tradisi yang kental, pernikahan di bawah umur masih dianggap sebagai norma atau bahkan dianggap sebagai solusi atas masalah sosial ekonomi tertentu.
Pernikahan di bawah umur memberikan dampak yang merugikan, terutama bagi perempuan. Mereka sering kali dipaksa untuk menikah pada usia yang sangat muda, bahkan sebelum mereka secara fisik dan emosional siap untuk menghadapi tanggung jawab seorang istri. Praktik ini tidak hanya menghambat akses perempuan terhadap pendidikan dan peluang ekonomi, tetapi juga meningkatkan risiko terhadap masalah kesehatan fisik dan mental, termasuk kekerasan dalam rumah tangga.
Oleh karena itu, untuk mencapai kesetaraan gender yang sejati, penting untuk mengakhiri praktik pernikahan di bawah umur dan memastikan bahwa setiap individu, terutama perempuan, memiliki kontrol penuh atas keputusan hidup mereka, termasuk kapan dan dengan siapa mereka akan menikah. Ini memerlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat sipil, untuk mengubah norma dan nilai yang melekat dalam masyarakat yang mengizinkan praktik ini. Hanya dengan mengakhiri pernikahan di bawah umur, kita dapat memastikan bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk meraih potensi mereka dan berkontribusi secara penuh dalam pembangunan sosial dan ekonomi.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, diperlukan upaya lintas sektor yang melibatkan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta, dan masyarakat umum. Pendidikan tentang kesetaraan gender harus dimulai sejak dini di sekolah-sekolah untuk mengubah mindset generasi mendatang tentang peran dan kemampuan perempuan. Selain itu, diperlukan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender, termasuk peraturan yang mendorong partisipasi perempuan dalam politik dan ekonomi, serta perlindungan terhadap hak-hak perempuan.
Hari Kartini adalah momen yang tepat untuk mengingatkan kita akan pentingnya terus memperjuangkan kesetaraan gender. Meskipun telah ada kemajuan yang signifikan, perjuangan belum berakhir. Kita harus terus bersatu dalam upaya untuk menciptakan dunia di mana setiap individu, tanpa memandang jenis kelaminnya, memiliki kesempatan yang sama untuk meraih impian dan potensinya.