BANGKALAN, maduranetwok.com – Praktisi hukum asal Bangkalan Drs Fathur Rahman Said, SH, mengungkapkan bahwa praktik “serangan fajar,” yang sering dikaitkan dengan politik uang, merupakan bentuk suap-menyuap yang mendalam dan sebagai akar kasus korupsi.
Ia menekankan bahwa jika masyarakat tetap permisif terhadap praktik politik uang, maka harapan untuk menciptakan sistem pemerintahan yang bersih dari korupsi akan semakin sulit diwujudkan.
Salah satu penyebab utama berlanjutnya politik uang, katanya adalah kurangnya pemahaman masyarakat mengenai bahaya yang ditimbulkan. Jimhur Saros -sapaan akrabnya menyoroti bahwa kondisi ini semakin diperparah oleh sistem hukum di Indonesia yang dianggap lemah dalam menjerat pelaku politik uang.
“Selain perlu pendidikan pemilih untuk meng-counter praktik politik uang, saya amati faktor lemahnya regulasi hukum yang ada,” ujarnya.
Menurut alumni FH Unibang ini, saat ini hanya pihak yang memberikan politik uang yang dikenakan sanksi, sementara penerima sering kali tidak mendapat hukuman yang setimpal. Jimhur juga menggarisbawahi adanya faktor budaya di masyarakat, di mana menolak pemberian sering dianggap sebagai tindakan yang tidak pantas.
”Instrumen kultural ini dimanfaatkan oleh politisi untuk menjalankan praktik politik uang,” tambahnya.
Kondisi sosial-ekonomi masyarakat juga memengaruhi banyaknya penerimaan politik uang. Banyak individu yang melihat uang yang diberikan dalam “serangan fajar” sebagai rezeki, tanpa menyadari bahwa uang tersebut mungkin berasal dari hasil korupsi. “Ini adalah realitas yang perlu kita hadapi dan atasi bersama,” ungkap Fathur.
Untuk mengatasi masalah ini, presiden K-Cong Mania ini menyarankan penerapan solusi jangka panjang dan pendek. Dalam jangka panjang, ia berpendapat bahwa pendidikan politik harus dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, dengan fokus pada antikorupsi dan bahaya praktik politik uang.
”Sementara untuk jangka pendek, Bawaslu dan APH harus aktif dalam mengawasi pemilu,” jelasnya. (dj)