Dinamika politik menjelang Pilkada Sumenep 2024 semakin memanas dengan munculnya isu calon tunggal yang memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Aliansi Masyarakat dan Pemuda Sumenep (AMPS) Bersatu menjadi salah satu kelompok yang paling vokal menentang kemungkinan dominasi satu calon dalam pilkada mendatang. AMPS Bersatu, yang terdiri dari berbagai aktivis dan politisi lokal, telah melancarkan kampanye intensif untuk mencegah terjadinya situasi tersebut, dengan fokus utama pada dorongan untuk memastikan adanya kompetisi yang sehat.
Sebagai bagian dari kampanye mereka, AMPS Bersatu menggelar aksi demonstrasi di depan kantor DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sumenep. Dalam aksi tersebut, mereka menyerahkan petisi yang berisi tuntutan agar PPP, bersama dengan tiga partai politik lainnya – Partai Nasdem, Partai Gerindra, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) – mengusung kandidat mereka masing-masing. Petisi ini menegaskan bahwa Pilkada Sumenep 2024 harus memberikan pilihan lebih dari satu calon untuk memastikan proses demokrasi yang adil dan merata.
Reaksi dari partai-partai politik yang dituntut dalam petisi ini beragam. Beberapa pihak menyatakan akan mempertimbangkan tuntutan tersebut, sementara yang lain menilai bahwa upaya AMPS Bersatu mungkin tidak akan mempengaruhi keputusan akhir mengenai calon yang akan diusung. Meski demikian, dinamika politik di Sumenep semakin meningkat, dan banyak warga menunggu dengan antusias apakah tuntutan AMPS Bersatu akan mengubah dinamika Pilkada serentak 2024.
“Jangan biarkan Pilkada Sumenep 2024 hanya diisi oleh satu calon. Hal ini akan merusak prinsip demokrasi dan menyebabkan ketimpangan dalam proses pemilihan,” tegas Moh Nor, salah satu aktivis AMPS Bersatu. Ia menganggap bahwa PPP, Nasdem, Gerindra, dan PKB memiliki banyak tokoh kharismatik yang layak untuk dicalonkan, dan seharusnya mereka dapat menyediakan lebih dari satu pilihan kepada publik.
Sekretaris DPD Nasdem Sumenep, A. Hosaini Adhim, menegaskan komitmen partainya untuk menghindari adanya calon tunggal dalam Pilkada Sumenep 2024. Hosaini mengungkapkan bahwa meskipun Nasdem telah menyiapkan beberapa figur potensial untuk dipertimbangkan sebagai calon, mereka masih menunggu surat rekomendasi dan keputusan dari Koordinator Wilayah (Korwil) Madura, Slamet Junaidi. Aba Idi -sapaan akrab Bupati Sampang periode 2019–2024 memiliki peran penting dalam menentukan langkah selanjutnya bagi partai.
Hosaini menjelaskan bahwa Nasdem harus mencari mitra koalisi karena partainya hanya memiliki lima kursi di DPRD Sumenep, jumlah yang dianggap tidak mencukupi untuk mengusung calon kepala daerah secara mandiri. Dalam sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia, partai dengan jumlah kursi yang terbatas biasanya harus berkoalisi dengan partai lain untuk mencapai jumlah dukungan yang diperlukan.
”Nasdem harus mencari mitra koalisi karena hanya memiliki lima kursi di DPRD Sumenep, jumlah yang tidak memenuhi syarat untuk mengusung calon kepala daerah secara mandiri,” jelasnya. Keputusan Nasdem dalam menentukan calon dan menjalin kerjasama dengan partai-partai lain akan menjadi kunci penting dalam menentukan arah Pilkada Sumenep.
Sedangkan intelektual muda NU, A. Dardiri Zubairi juga menanggapi isu ini dengan kritis. Menurut alumni UIN Hidayatullah Jakarta ini, Sumenep tidak kekurangan kader berkualitas untuk menjadi calon kepala daerah. “Munculnya satu pasangan calon tidak ada relevansinya dengan kekurangan kader. Kader menurut saya surplus. Pesantren tidak kekurangan kader untuk sekadar menjadi kepala daerah,” ujar Dardiri.
Ia juga mengaitkan potensi calon tunggal dengan upaya aktor politik yang berusaha memperkuat kekuasaan secara sentralistik, menyoroti bahwa aktor tersebut dikenal sebagai pengusaha besar.
Mengacu pada sejarah kepemimpinan di Sumenep yang pernah dipimpin oleh kiai, Dardiri menilai bahwa keputusan DPP PKB yang hanya mencalonkan diri sebagai wakil bupati dan DPP PPP yang belum mengeluarkan rekomendasi bisa jadi merupakan hasil dari lobi politik tingkat tinggi yang menutup akses calon lain. “Jika benar ada lobi tingkat tinggi, maka ini akan menunjukkan kemunduran dalam demokrasi di Sumenep,” pungkas pengasuh Pondok Pesantren Nasy’atul Muta’allimin, Gapura.
Menanngapi hal tersebut, Bakal Calon Wakil Bupati Sumenep KH Imam Hasyim, SH menepis anggapan bahwa calon tunggal merupakan tanda kemunduran demokrasi. “Isu mengenai kemunduran demokrasi itu adalah pemikiran mereka saja. Kami akan buktikan, jika dengan ridho Allah SWT kami terpilih sebagai wakil bupati, kami akan berusaha keras untuk memperjuangkan Sumenep agar menjadi lebih baik dari sebelumnya,” tegasnya.
Sebagai ketua DPC PKB Sumenep, ia berkomitmen bersama Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo untuk menjadikan Sumenep sebagai kabupaten yang penuh senyum”. “Kami bertekad untuk membuat Sumenep menjadi kabupaten yang tersenyum, tempat di mana masyarakat merasa bahagia dan sejahtera,” jelasnya.
Mantan ketua DPRD Sumenep periode 2009 -2014 ini juga mengajak semua pihak untuk melihat calon tunggal ini sebagai kesempatan untuk menciptakan perubahan yang lebih baik dan bukan sebagai indikasi kemunduran demokrasi. Dia yakin, dengan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak, Sumenep dapat mencapai kemajuan yang signifikan di masa mendatang.
Kotak Kosong semakin Meningkat
Jika Pilkada Sumenep 2024 nantinya hanya diisi oleh calon tunggal, hal tersebut bukanlah yang pertama kali terjadi. Berdasarkan data yang dihimpun MaduraNetwork, fenomena calon tunggal dalam Pilkada serentak mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun. Pada Pilkada 2015, hanya ada tiga calon tunggal. Jumlah ini melonjak menjadi sembilan pada Pilkada 2017, dan meningkat lagi menjadi 16 pada Pilkada 2018. Fenomena ini mencapai puncaknya pada Pilkada 2020 dengan 25 calon tunggal.
Peningkatan jumlah calon tunggal ini tentu menarik untuk diteliti lebih lanjut. Fenomena ini memunculkan pertanyaan mengenai mengapa begitu banyak partai yang tidak mampu menyediakan lebih dari satu calon. Pemilu seharusnya menciptakan iklim kompetisi yang sehat untuk menghasilkan calon kepala daerah terbaik. Jika Sumenep nantinya hanya memiliki satu calon, maka hal tersebut akan menjadi bagian dari tren nasional yang mengkhawatirkan dalam pilkada tahun 2024. (rba)