SUMENEP, maduranetwork – Apa yang terlintas dalam benak kita saat mendengar kata ‘Pemulung’? Mungkin, sebagian orang memandang sebelah mata terhadap pemulung; kumuh, jorok, bau, dan hanya bergelut dengan dunia sampah. Akan tetapi, ini berbeda dengan Pemulung Sampah Gaul (PSG).
Pemulung yang terdiri atas sejumlah siswi SMA 3 Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep Jawa Timur ini mampu mengolah sampah menjadi produk bernilai ekonomis dan diikutkan pada pameran internasional. Bagaimana kiprah organisasi yang lahir 22 April 2008 ini untuk menuju zero waste? Berikut laporan Suhairi dari majalah maduranetwork.
Saat itu, sejumlah siswi SMA 3 Annuqayah yang tergolong dalam Pemulung Sampah Gaul (PSG) berhamburan mendatangi tempat pembuangan akhir (TPA) Annuqayah, Kecamatan Guluk-Guluk, Sumenep.
Sekitar 80 orang pemulung ini tidak merasa gengsi walaupun bergumul dengan sampah, memungut plastik bekas, menancapkan kaki pada comberan, menahan aroma tidak sedap yang ditimbulkan dari timbunan sampah, sambil sesekali menyeka keringat yang mengalir memenuhi sekujur tubuh.
Kegiatan memulung sampah ini dilaksanakan setiap saat dan setiap peringatan Hari Bumi yang jatuh pada 22 April. Semula, seorang pemulung yang terbiasa memulung sampah di TPA Annuqayah melihat sinis kehadiran puluhan pemulung yang masih berseragam sekolah itu. Padahal, PSG ini tidak akan merampas hak pemulung lain saat memungut sampah.
“Ada pemulung yang memandang sinis atas kegiatan kami memulung sampah di TPA Annuqayah. Ia menganggap kami akan merampas haknya. Padahal tidak. Kami hanya memulung sampah plastik untuk diolah menjadi barang berharga,” ujar pembina PSG, Ny. Mus’idah Amin.
Sampah yang dipulung adalah sampah snack, bungkus mie instan, detergen, atau bungkus shampo, dan sejenis sampah plastik lainnya. Sampah plastik tersebut dicuci, dikeringkan, lalu digunting rapi sesuai bentuk yang diinginkan untuk diolah menjadi tas ransel, tas belanja, tas sekolah, sajadah, alas, dompet, dan lainnya.
Hasil produksi ini diikutkan pada pameran lokal. nasional, dan internasional. Dalam pameran lokal, PSG mewakili Kecamatan Guluk-Guluk untuk ikut memamerkan hasil produknya pada hari jadi Kabupaten Sumenep. Sedangkan pada tingkat nasional, PSG sering terlibat dalam pameran greenArt. Dalam kancah internasional, PSG juga terlibat dalam pameran internasional yang bekerjasama dengan 18 negara.
Upaya lain yang dilakukan PSG untuk menciptakan lingkungan sekitar menjadi zero waste adalah membuat aturan bahwa semua siswi harus menyetorkan sampah pada teller sampah di kelas masing-masing saat jam istirahat sekolah.
Kemudian pukul 09.00 WIB, petugas mengumumkan kepada semua teller untuk segera menyetorkan sampah kepada bank sampah. Petugas akan mencatat volume sampah organik, sampah anorganik, dan sampah tamu. Sampah organik merupakan sampah yang berasal dari sisa-sisa organisme hidup seperti sisa buah-buahan, sisa sayuran, dan sejenisnya.
Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang bukan berasal dari sisa organisme hidup seperti plastik pembungkus deterjen, plastik pembungkus makanan, limbah botol plastik, kardus, dan lainnya.
PSG juga memiliki istilah sampah tamu. Sampah tamu ini adalah sampah yang berasal dari luar lingkungan SMA 3 Anuqayah, seperti botol bekas air mineral yang dibawa siswi. Sebab, semua siswi dianjurkan untuk menyiapkan ekobotol sebagai wadah isi ulang air. Sekolah ini telah menyiapkan galon air yang disediakan untuk masyarakat sekolah. Jadi, sampah botol bekas air mineral yang dibawa siswa itu termasuk kategori sampah tamu.
Volume sampah yang masuk dicatat oleh petugas. Setiap akhir bulan, petugas mengumumkan kelas penyetor sampah terbanyak dan kelas penyetor sampah paling sedikit. Dampak positif aturan ini adalah setiap kelas berlomba-lomba untuk tidak menggunakan sampah sebagai bentuk kesadaran menyelamatkan bumi dari sampah.
Selain diikutkan ke sejumlah pameran, hasil produksi PSG ini juga memiliki nilai ekonomis yang sangat besar. Sejumlah lembaga pendidikan telah memanfaatkan hasil produksi tersebut. Bahkan, Dinas Lingkungan Hidup Kab. Sumenep memborong sekitar seratus tas hasil kreasi PSG ini.
Walaupun demikian, tidak semua hasil kreasi PSG diubah menjadi bentuk uang. Tujuan utama dari organisasi ini adalah menyelamatkan bumi dari sampah hingga mencapai titik nol. “Kami juga membagikan tas tersebut secara gratis ke sejumlah toko, koperasi, atau warung untuk dibagikan secara gratis kepada pengunjung,” lanjut Ny. Mus’idah Amin dengan nada optimis.
Uniknya, hal tersebut memiliki perjanjian hitam di atas putih. Pihak PSG membuat memorandum of understanding (MoU) yang berisi kesepakatan bahwa pengunjung bisa mendapatkan tas gratis dengan catatan bahwa saat berbelanja di toko tersebut, pengunjung harus membawa tas hasil kreasi PSG. Jika tidak, pihak toko, koperasi, atau warung tidak akan memberi tas kepada pengunjung sebagai konsekwensi kesepakatan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak.
Peneliti masalah sampah IAIN Madura, Dr Saiful Hadi M.Pd mengapresiasi positif atas kegiatan PSG terkait penanganan sampah. Lelaki murah senyum ini mengaku bangga atas inisiatif PSG yang sejak duduk di bangku sekolah sudah memiliki perhatian besar terhadap sampah.
“Sejak siswa sudah mulai ada pemahaman tentang pengelolaan sampah. Ini merupakan piranti sebagai pegangan ketika kelak terjun di masyarakat yang lebih luas, mampu menggali potensi-potensi yang ada di sekitarnya tentang persampahan yang erat kaitannya dengan kesehatan, dengan ekonomi, atau kaitannya dengan menjaga lingkungan,” ujarnya.
Di akhir perbincangan, Saiful -begitu panggilan akrabnya- mengharap agar kegiatan yang dilakukan PSG ini menjadi inspirasi kepada semua orang untuk punya visi dan misi dalam menyelamatkan bumi dari sampah. (*)