SUMENEP – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Nurussyamsi, tampaknya menghindar saat ditanya mengenai transparansi anggaran, khususnya terkait pengadaan barang dan jasa. Beberapa kali media ini berusaha melakukan konfirmasi mengenai hal ini, namun selalu mengalami kesulitan untuk mendapatkan jawaban.
Situasi ini menimbulkan kecurigaan dan keprihatinan di kalangan pengamat dan masyarakat, yang berharap agar KPU dapat memberikan penjelasan yang terbuka dan terbuka mengenai pengelolaan anggaran demi menjaga kepercayaan publik.
Inyoman S., seorang warga kepulauan yang juga bertindak sebagai pemohon informasi, mengungkapkan kekecewaannya terhadap transparansi penggunaan anggaran KPU Sumenep. Ia menyatakan bahwa dengan anggaran APBD berupa dana hibah yang cukup besar dan kekuasaan yang dimiliki, ada potensi penyalahgunaan wewenang yang perlu diwaspadai.
“Kami berharap KPU dapat lebih terbuka dalam hal ini, agar masyarakat tidak merasa khawatir akan adanya ketidakberesan dalam pengelolaan anggaran,” ujarnya. Inyoman menekankan pentingnya akuntabilitas untuk menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga pemilihan umum. Di antara yang berpotensi adalah pengadaan barang dan jasa.
“Pastinya, potensi korupsi itu bisa terjadi karena mereka memiliki kuasa dan anggaran yang besar. Contohnya, potensi mark up dalam pengadaan tinta, kotak suara, atau percetakan. Hal ini juga bisa terjadi dalam pengadaan dukungan IT atau komputer, serta barang lainnya,” kata Inyoman S.
Ia menekankan bahwa pengawasan yang ketat dan transparansi dalam pengelolaan anggaran sangat penting untuk mencegah potensi penyalahgunaan yang dapat merugikan negara dan masyarakat.
Pria yang memiliki pengalaman sebagai jurnalis di Pulau Dewata Bali tersebut mengaku sudah mengetahui realisasi anggaran untuk kotak suara, tali ties, dan barang belanja KPU lainnya. ”Tau banget mas, harga asli kotak suara KPU Sumenep itu berapa per kotaknya, termasuk tali ties dan barang belanja lainnya,” terangnya saat diwawancarai. Ia menambahkan bahwa dengan pengalaamn dan pemahaman itu membuatnya lebih kritis terhadap transparansi dan akuntabilitas anggaran yang dikelola oleh KPU.
Lebih lanjut, Inyoman S., menjelaskan bahwa jika dihitung rata-rata, jumlah kotak suara yang dibutuhkan di Kabupaten Sumenep sekitar 3.982 kotak suara, yang akan digunakan di setiap TPS dari 332 desa. ”Kan tinggal dikalikan anggaran yang dibutuhkan untuk kotak suara dan biliknya,” sambungnya.
Masih menurut Inyoman S., belanja KPU Sumenep di Pemilu menghabiskan anggaran sekitar Rp59,505,654,560 dari total anggaran Rp60,013,231,000
“Saya memperkirakan di periode Nurussyamsi sebagai ketua KPU Sumenep, akan lebih banyak anggaran yang digunakan, meskipun yang akan dicoblos hanyalah Pilgub Jatim dan Pilbup Sumenep,” jelasnya. Ia menekankan perlunya pengawasan yang ketat agar anggaran tersebut tidak disalahgunakan dan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan publik.
“Saya berharap kepada semua pihak untuk aktif mengawasi realisasi anggaran Pilkada Sumenep. Jangan sampai belanja yang dilakukan mengalami mark up untuk memperkaya diri oknum tertentu,” terangnya.
Ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran agar kepercayaan masyarakat terhadap KPU tetap terjaga. Pengawasan yang ketat diharapkan dapat mencegah potensi penyalahgunaan anggaran dan memastikan setiap pengeluaran benar-benar bermanfaat bagi proses demokrasi. (sdm)