BANGKALAN, maduranetwork.com – Museum Cakraningrat Bangkalan menjadi pusat perhatian dalam Pelaksanaan Program Publik DAK non fisik BOP Museum dan Taman Budaya tahun 2023 dengan menggelar acara Pengelolaan Museum berupa Seminar Kajian Etnografi.
Acara ini digelar di Gedung Merdeka Jl. Letnan Sunarto No. 15 Bangkalan dan dihadiri oleh peserta dari berbagai kalangan, seperti akademisi, peneliti, mahasiswa, guru sejarah, budayawan, Kesultanan Bangkalan, masyarakat adat Nusantara, hingga Dinasti Nusantara.
Tujuan seminar ini adalah untuk menggali dan memperkenalkan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam koleksi museum serta memberikan pemahaman tentang metode etnografi dalam penelitian budaya.
Acara ini dibuka Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bangkalan, Ahmad Faji, yang menekankan bahwa Museum Cakraningrat merupakan salah satu aset budaya yang harus dilestarikan dan dikembangkan.
Ia berharap agar seminar ini dapat meningkatkan minat dan apresiasi masyarakat terhadap museum, serta memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Nara Sumber pertama dalam seminar ini adalah Ibu Ning Suryati, seorang Analis Cagar Budaya dan Permuseuman dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI Surabaya. Ia memaparkan konsep dan proses etnografi sebagai metode penelitian kualitatif yang mengutamakan pengamatan partisipatif dan wawancara mendalam untuk memahami budaya suatu kelompok atau komunitas.
Ia juga memberikan contoh hasil penelitian etnografi di berbagai daerah, termasuk di Bangkalan, seraya menekankan perlunya penataan dan storyline yang lebih baik agar museum lebih terlihat sebagai entitas yang hidup.
Nara Sumber kedua, Ketua Komisi D DPRD Bangkalan yang juga budayawan dan sejarawan, , Nurhasan. Ia menjelaskan sejarah dan latar belakang berdirinya Museum Cakraningrat pada tahun 1974 oleh Pangeran Cakraningrat IV, salah satu keturunan dari raja Madura pada abad ke-17.
Ia mengulas koleksi-koleksi museum yang mencerminkan kekayaan dan keragaman budaya Madura seperti senjata tradisional, pakaian adat, peralatan rumah tangga, seni ukir, dan lain-lain. Nurhasan juga menyoroti promosi yang telah dilakukan oleh Museum Cakraningrat dan menekankan perlunya meningkatkan status museum menjadi destinasi wisata yang ikonik.
“Mengukur dari standar minimal sudah banyak promosi-promosi yang dilakukan oleh Museum Cakraningrat, terbukti banyak siswa-siswa yang berkunjung, karena PAD nya juga sudah Muncul,” ujar Nurhasan.
Disisi lain, Kabid Kebudayaan Hendra Gemma menambahkan bahwa Museum Cakraningrat ini masih type C. ”Butuh concern untuk menjadikan sebagai destinasi wisata yang ikonik,” jelasnya.
Seminar yang berlangsung selama 4 jam ini diakhiri dengan sesi tanya jawab dan diskusi antara peserta dan nara sumber. Para peserta menyatakan bahwa mereka mendapatkan banyak informasi dan pengetahuan baru tentang Museum Cakraningrat dan etnografi, serta terinspirasi untuk melakukan penelitian atau kunjungan lebih lanjut ke museum tersebut.
Seminar ini diharapkan dapat menjadi pendorong awal bagi kerjasama yang lebih erat antara museum, dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Pelestarian Kebudayaan, dan pihak-pihak yang peduli terhadap pelestarian dan pengembangan budaya Madura. (tr)